cerpen pernikahan yang digariskan

Ada seorang pemuda, dia ini pelarian, dalam artian sebenarnya. Di sebuah kota, ada sebuah perkelahian antara dua orang, antara klan yang dianiaya (dijadikan budak, dll) di jaman itu dengan klan penguasa, pemuda ini sebenarnya berniat baik, memisahkan kedua orang tersebut. Saat memisahkan tersebut, dia tidak sengaja meninju pihak klan penguasa, dan meninggallah orang dari klan penguasa. Pemuda ini terpaksa melarikan diri dari kota karena penguasa sedang merundingkan menghukum mati dia. Keluarlah pemuda itu dari kota tsb dengan rasa takut dan waspada.

Sebagai pelarian, dia tiba di sebuah kota berbeda dengan kondisi prihatin. Sudah 'buronan', dia juga kusam, lusuh, lapar, miskin, lengkap jadi satu. Ketika tiba di sumber mata air negeri itu, dia melihat banyak orang berkumpul memberikan ternak mereka minuman, mengantri. Dan di belakang rombongan orang dan ternak ramai itu ada dua wanita yang menunggu tidak jauh. Pemuda ini bertanya kepada dua wanita ini, kenapa tidak segera memberikan air minum ke ternaknya. Dua wanita ini menjelaskan, mereka harus menunggu sumber mata air sepi baru bisa memberikan air minumnya, ayah mereka sudah tua, tidak bisa menggembalakan ternak, karena mereka wanita jadi tdk bisa bebas berada di tengah keramaian. Pemuda ini menawarkan membantu dengan tulus, agar mereka tidak menunggu lama.

Setelah selesai, dua wanita itu membawa pulang hewan ternak, dan pemuda ini kembali ke tempat teduh, sambil berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku." Dia buronan, dan kondisinya lapar. Tapi karena pemuda ini sangat baik ahklaknya, maka doa yang terlepas dari mulutnya sungguh santun, makanan pun disebut dengan 'sesuatu kebaikan'.

Lantas apa yang terjadi. Dua wanita tadi ternyata kembali ke sumber mata air, bilang kepada pemuda ini, ayah mereka meminta dia datang ke rumah. Maka datanglah pemuda ini menemui ayah mereka--yang ternyata pemimpin negeri itu. Pemuda ini diberikan makanan (sesuatu yang baik), juga bisa menceritakan apa yang telah terjadi dengannya, sebagai 'buronan', dsbgnya.

Tapi setelah mendengar kisah pemuda ini, yang meskipun buronan, miskin, kusam, dsbgnya, tapi baik perangainya, ringan hati menolong, Ayah dua wanita ini justeru menawarkan kepada pemuda itu menikahi salah-satu puterinya, ditambah sekaligus memberikan pekerjaan mengurus ternak2nya sebagai mahar pernikahan tersebut. Pemuda ini bersedia. Maka, jika sehari sebelumnya dia adalah buronan, pengangguran, miskin, hari itu dia telah menjadi menantu pemimpin negeri yang baru dia datangi.

Lihatlah, kebaikan hanya disusul dengan kebaikan.

Kisah ini ditulis dalam Al Qur'an, bukan karangan saya , dengan cerita yang detail. Silahkan baca Al Qasas ayat 15-28. Saya hanya menuliskan ulang saja, dengan bahasa sepersejuta lebih kalah indah dibanding bahasa Al Qur'an.

Pemuda itu adalah Musa, mertuanya adalah Nabi Syu'aib (syeikh negeri tsb). Inilah salah-satu proses pernikahan yang diceritakan dalam kitab suci.

Apakah Musa memerlukan harta benda untuk jadi menantu seorang Nabi dan syeikh negeri itu? Tidak. Dia miskin. Apakah Musa memerlukan pekerjaan untuk menikah? Juga tidak. Dia justeru adalah buronan Fir'aun, orang berkuasa di jazirah Arab. Jaman itu, Bani Israil dianggap rendah sekali oleh Fir'aun & sekutu/tentaranya. Apakah Musa perlu menunjukkan semua bukti bahwa dia siap menikah, dia bertanggung-jawab, dsbgnya? Tidak. Dia hanya menunjukkan akhlaknya yang baik, membantu dua wanita memberikan minum bagi ternak2nya. Maka jalan menikah datang baginya. Dan tidak hanya berkeluarga, jalan kehidupan baru pun datang baginya.

Demikianlah cerita ini disampaikan. Kita memang tidak se-level dengan Nabi Musa, tapi kita selalu bisa mengambil hikmah terbaik.

**Btw, sebagai penutup, setelah mahar menikah itu ditunaikan, genap sekian tahun Musa bekerja untuk mertuanya, dia mengajak keluarganya pindah ke tempat lain, saat itulah dia melihat api di lereng sebuah gunung, bertemu langsung dengan Allah, diangkat menjadi Nabi, diberikan mukjijat tangan perak dan tongkat yang menjadi ular besar, mengalahkan Fir'aun. (Al Qasas 29-dstnya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar