renungan

*MENYENTUH LANGIT

Apakah mati itu rahasia Allah? Mutlak ditentukan oleh Allah? Maka jawabannya iya.

Ada beberapa orang yang mungkin karena terlalu kreatif atau jenius akan bilang: Nggak juga tuh, sy bisa menentukan kapan sy mati, misalnya saya naik ke menara tinggi, terus loncat. Mati, kan? Saya bisa menentukan sendiri, kan? Maka, komentar saya atas bersilat lidah ini simpel: ayo dik, buruan naik ke tower sana, mari kita buktikan apakah pendapat Anda ini benar atau tidak. Nanti saya nungguin di bawahnya.

Pun saat Fir'aun dengan gagah sekali bilang dia adalah Tuhan, dia bisa menentukan mati hidupnya seseorang. Jika dia berseru, pancung, maka pasukannya akan memancung orang. Jika dia bilang, hidup, maka pasukannya akan membiarkan orang lain hidup. Itu seolah masuk akal, sekilas nampak, bahwa mati dan hidup ternyata ditentukan oleh Fir'aun. Dia bilang mati, maka mati. Dia bilang hidup, maka hidup. Tapi nyatanya tidak. Nabi Musa adalah bantahan paling jelas, Musa adalah bayi laki-laki dari kaum yang harus dimusnahkan oleh pasukan Fir'aun, ketika ribuan bayi laki2 diburu di jaman itu, bayi Musa justeru tetap hidup, malah dibesarkan di istananya, jadi anak kesayangan Fir'aun dan jadi musabab runtuhnya Fir'aun. Lantas dimana hak preogratif Fir'aun yang seolah tidak bisa dibantah tentang hidup mati manusia jaman itu? Kalau dia memang berkuasa penuh, apa susahnya dia bilang, bunuh itu bayi. Ternyata dia tidak kuasa, malah jatuh sayang pada si bayi. Aduh bagaimana ini, bahkan Fir'aun sendiri pun tidak kuasa mengendalikan hatinya sendiri.

Tentu saja, dunia ini berjalan atas hukum alam yang sudah ditentukan. Apakah mati itu rahasia Allah? Mutlak ditentukan oleh Allah. Tapi hanya orang2 yang memperumit diri sendiri saat bilang, baiklah, saya akan mencoba mencekoki orang lain minum baygon deh, kita lihat mati apa kagak. Ada peraturan alam yang berjalan, jika tidak, rusak sudah keseimbangan alam semesta.

Tapi sungguh kita harus paham dan yakin: pengetahuan kita sangat berbeda dengan pengetahuan Allah.

Anak kecil usia enam tahun, tahu kalau dia memegang api pasti terasa panas. Juga tahu ketika api itu dikasih air pasti segera padam. Tapi pengetahuan anak kecil usia enam tahun ini jelas berbeda dengan pengetahuan orang dewasa, ahli gunung berapi misalnya. Dia tahu kalau di dalam lautan sana, lava atau magma gunung berapi menggelegak tidak padam segera oleh air lautan. Maka ketika kita tidak tahu rahasia sebuah kematian, jangan merepotkan diri berpikir yang tidak2, karena boleh jadi, posisi kita persis sekali seperti anak kecil usia enam tahun yang sok tahu, membantah dengan pengetahuannya yang amat terbatas.

Atau ketika kita menemui suku pedalaman. Berbicara dengan bahasa terbatas, mereka tidak percaya kalau manusia bisa terbang. Bahkan dijelaskan bahwa ada yang namanya pesawat terbang, tetap tidak percaya. Saat diajak naik pesawat, barulah mereka tertawa, "dulu saya kira ini burung yang terbang". Sama perumpamaannya, bahkan boleh jadi, kita lebih bebal dibanding suku pedalaman tersebut. Mereka tertawa, paham kalau salah. Kita tetap ngotot tidak tahu.

Banyak sekali hal di dunia ini yang kadang tidak bisa digapai dengan akal. Tapi percaya bahwa itu adalah hak mutlak Allah akan membawa kebahagiaan diri sendiri. Rezeki misalnya. Bekerja keras adalah kewajiban kita menjemput rezeki, tapi besar kecil keran rezeki yang mengucur adalah hak mutlak Allah. Jodoh, contoh berikutnya. Ketika dua orang menikah, itu berarti jodoh, ketika dua orang ini bercerai, bukan berarti Allah gagal dalam skenario jodohnya. Tidak begitu. Pun serupa penjelasannya, dalam kitab suci dikunci kalimat, wanita baik untuk laki2 yang baik; maka ketika ada pasangan suami istri berat sebelah, ada yang jahat, maka bukan berarti kalimat Allah dusta. Disitulah bagian terpenting bagi kita untuk mulai berpikir. Boleh jadi kalimat di kitab suci tersebut justeru menyuruh kita agar membuktikannya, bahwa kalau kita baik, maka pasangan kita juga baik.

Pengetahuan kita tidak akan pernah sama dengan pengetahuan Allah.

Maka, ketika kita tidak pernah bisa menyentuh langit dengan akal pikiran, mulailah menyentuhnya dengan hati.

                                                                     *****
*TEKNOLOGI YANG MENELAN
Saya bukan pakar intelijen, pun bukan pakar teknologi, saya ini mentoknya hanya di: ahli fiksi. Sejauh ini ada dua novel saya yang menulis tentang konspirasi, termasuk memanfaatkan teknologi di dalamnya. Itu saja mentoknya sy sebgai pengamat konspirasi amatiran. Sebagai penulis fiksi, kadang imajinasi saya berlebihan dan tidak kontekstual. Sebagai orang yang hidup di dunia nyata, sebaliknya, saya justeru tidak suka berpikir yang aneh2, berprasangka buruk. Saya bahkan menjauhi orang2 yg hidupnya berprasangka negatifff melulu. Saya akuntan, dilatih untuk melihat bukti atas setiap transaksi, dan berbagai prinsip lainnya yang sangat material.

Akan tetapi, mungkin menarik saya share hal2 berikut ini. Kalian berhak punya pendapat yang berbeda, itulah guna akal pikiran masing2, semua orang bisa mengeksplorasi pemikirannya.

Menurut hemat saya, teknologi di dunia ini pada akhirnya akan mengerucut kepada sebuah titik saja: informasi.

Ini simplifikasi atas sebuah diskusi besar. Tapi saya tidak menemukan penjelasan lain, sepertinya memang sesederhana itu: informasi. Siapapun yang menguasai informasi, maka merekalah yang menguasai dunia ini. Bukan senjata nuklir, bukan pula senjata kimia. Itu hanya turunan dari informasi. Pun sama, cadangan minyak dunia, bisnis energi, itu juga turunan dari informasi. Semua orang yang memiliki ambisi besar, ingin berkuasa secara politik, ingin memiliki imperium bisnis raksasa, atau simpel hanya ingin merilis lagu dan film baru, mutlak membutuhkan informasi. Dengan informasi yang akurat, maka mereka bisa melancarkan strategi terbaik.

Maka ilmu pengetahuan dunia bergerak maju dalam teknologi informasi ini. Menakjubkan. Baru dua puluh tahun lalu dunia ini masih gelap gulita dalam teknologi informasi. Hanya segelintir orang punya pesawat telepon di rumah tahun 1993, hari ini nyaris seluruh dunia memiliki telepon genggam. Kecepatan penyebarannya lebih mengagumkan dibanding (maaf) endemik penyakit. Tahun 2000, orang2 masih banyak memegang HP jadul sebesar lengan, yang bisa buat nimpuk, hari ini, smartphone membanjiri pasaran--juga sama, tetap bisa buat nimpuk sih.

Tahun 2005, kita belum bicara tentang kekuatan jejaring sosial, hari ini, salah-satu jejaring sosial mempunyai anggota satu milyar lebih. Mereka memiliki pengguna begitu massif. Teknologi informasi berkembang amat cepat, tidak tertahankan. Dan di tengah gelombang kemajuan itu, tidakkah orang2 mulai menyadari, informasi adalah kekuatan terbesar yang ada.

Siapapun yang memiliki ambisi berkuasa, harus tahu persis informasi yang dia miliki. Bila perlu tahu sedetail2nya. Jangankan buat produser yang merilis film agar box office, kalian yang lagi jatuh cinta dgn seseorang saja, ingin tahu sekali seperti apa gebetan kalian itu. Kapan dia buka facebook, apakah dia ngintip profile kalian, apakah dia kirim message ke teman2nya, dan membicarakan tentang kalian, dsbgnya.

Kita telah tiba di titik ketika semua orang dengan senang hati membagikan informasi miliknya. Penyebaran perangkat komunikasi ke seluruh dunia adalah 'vessel' alias kendaraan paling efektif mengumpulkan informasi tanpa paksaan. Cepat atau lambat, misalnya, saat gagdet dilengkapi dengan pemindai sidik jari, tanpa susah payah, ada pihak yang segera punya data lengkap sidik jari orang2. Banyak manfaatnya, tentu saja, ketika ada pelaku kejahatan di sebuah tempat, ketemu sidik jarinya, dengan mudah ketemu orangnya, bahkan ketahuan dia kemarin menelepon siapa, habis update apa. Tapi segala sesuatu memiliki dua sisi, jika kita belum mampu melihat dampak negatifnya di tahun2 mendatang, bukan berarti semua akan baik2 saja.

Sedangkan aplikasi di dalamnya adalah content paling atraktif menggoda para pengguna. Jejaring sosial misalnya, data-data personal di kumpulkan, baik bagi perusahaan yang memang berkepentingan atas bisnisnya, maupun bagi pihak lain dengan agenda yang berbeda. Pun termasuk pemerintah berkuasa, yang bisa memerintah siapapun. Semua informasi itu bisa dimanfaatkan buat apapun. Mulai dari level rendah, ecek-ecek, hingga level tinggi, menyerbu dan menguasai sebuah negara.

Berlebihan? Tergantung. Seberapa penting atau tidak kalian. Jika kalian adalah nasabah kartu kredit dengan catatan transaksi baik, maka sy jamin, bukankah setiap minggu pasti ada yang menelepon menawari asuransi dan produk keuangan lainnya? Jika kalian lebih penting lagi, nasabh besar, maka lebih tinggi lagi pemanfaatan informasi tsb, termasuk hal positif memang, seperti tiba2 ada yang menawari real bisnis. Tapi jika kalian hanya simpel pengguna internet sederhana, paling mentok dapat email SPAM dari Afrika yang menawarkan USD 10 juta.

Kita tidak akan bisa mencegah gelombang ini, orang2 akan menggunakan informasi yang telah kita berikan (termasuk penjahat di sekitar kita bisa memanfaatkannya). Maka saran saya, mulailah berpikir matang, gunakanlah teknologi lebih dewasa. Kita semua tersambung dalam sebuah jaring laba-laba raksasa yang menghimpun informasi. Buat sekat yang jelas. Jejaring sosial, seperti facebook misalnya, bukan tempat kita bebas meletakkan apapun. Kejadian remaja wanita diperkosa atau dilecehkan oleh kenalan di jejaring sosial itu gunung es. Pucuknya saja yg terlihat di berita2, sedangkan dalamnya, banyak yg malu, memilih tutup mulut tidak cerita kemana2. Pun kejadian2 lain serupa.

Jaga anak2 kita dari teknologi. Usia enam tahun, sudah jago berselancar di dunia maya, itu bukan kebanggaan. Repot jika malah mikir sebaliknya. Sama dengan anak usia tiga belas, sudah bisa ngebut di tol, sudah bisa pacaran, kacau sekali kalau orang tuanya mikir malah bangga, atau orang di sekitarnya menganggap itu keren, diidolakan. Ada batas ketika anak2 kita memang masih rentan dan tidak bisa bertanggung jawab atas prilaku mereka sendiri.

Silahkan pikirkan baik2 masalah ini. Teknologi yang berada di sekitar kita, tidak sesimpel untuk seru2an, asyik2an, dan senang2 saja. Setidaknya pastikan kita tidak ditelan oleh teknologi itu, menghabiskan banyak waktu untuknya, tanpa memperoleh manfaat yang setimpal. Jika kalian tidak sependapat dgn catatan ini, tidak perlu repot2 membantah di kolom komen. Tinggal buat tulisan sendiri di profile masing2. Itu akan lebih bermanfaat membesarkan cara berpikir, bukan membesarkan jempol dan jari mengetik komen. Dan jelas, itu salah satu contoh memanfaatkan secara positif jejaring sosial di sekitar kita.
                                                                *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar